Kumpulan Kisah Sahabat Rasulullah yang Buta yang Mulia
Kisah Sahabat Rasulullah yang Buta tapi Mulia - Pada surat 'Abasa tertuang tentang kisah sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, Ibnu Ummi Maktum yang sengaja diabaikan oleh Rasul ketika Sahabat itu ingin meminta pengajaran Islam darinya. Sungguh, Allah segera menegur Rasul-Nya yang mulia itu dengan menurunkan surah ini, membuat baginda Rasulullah mengerti bahwa beliau merupakan utusan-Nya bagi seluruh kaum, baik yang sempurna maupun yang tidak.
Sahabat Rasulullah yang satu ini memang bukan orang yang terkenal, ia bukan seorang petinggi suatu suku, bukan penyair hebat dan bukan pula pria yang gagah perkasa. Ia hanyalah seorang rakyat biasa ditengah-tengah hiruk pikuk kota Mekkah, yang berjuang untuk menghidupi dirinya seorang.
Mengenai namanya, masih jadi perdebatan diantara kaum muslimin. Penduduk kota Madinah berpendapat bahwa namanya ialah Abdullah bin Ummi Maktum, tetapi orang iraq berpendapat berbeda, mereka menamainya 'Amru bin Ummi Maktum. Walau begitu, mereka semua sepakat bahwa ibunya adalah Atikah binti Abdullah bin Ma'ish. Ya, ia adalah putra dari bibi Siti Khadijah binti Khuwalid.
Ibnu Ummi Maktum memang buta sejak lahir. Penduduk kota Mekkah kala itu mengenal pribadinya sebagai orang yang ulet mencari rezeki dan belajar mengenai macam ilmu pengetahuan. Sebagai ganti penglihatannya, ia diberkahi daya ingat yang kuat oleh Allah, sehingga segala sesuatu yang ia dengar dari orang-orang akan ia ingat dalam waktu yang lama.
Suatu ketika, terdengar kabar bahwa semakin banyak penduduk kota Mekkah yang pergi menemui seorang mulia lagi terpecaya untuk belajar mengenai kabar langit secara tersembunyi-sembunyi. Dialah Nabi Muhammad, sang Al-Amin, sang Rasulullah. Ibnu Ummi Maktum merasa tertarik, ia selalu mencintai keilmuan segera mengambil tongkatnya dan pergi menemui Rasul.
Di luar dugaan, apa yang ia dengar langsung dari Rasulullah justru lebih dahsyat ketimbang apa yang ia dengar dari orang-orang sebelumnya. Setelah puas, lalu dirinya dihinggapi rasa takjub lagi kagum, ia pun menggenggam lengan Rasul yang saat itu sedang berusaha keras menyampaikan risalah Islam kepada para petinggi Quraisy, sambil berkata, "Tolong ajarkan kepadaku apa yang telah diajarkan Tuhanmu kepadamu!"
Tersinggung karena disela ditengah-tengah ucapannya, Rasulullah pun tak menghiraukan Ibnu Ummi Maktum dan berpaling dengan mengerutkan wajahnya. Beliau kembali melayani tamu-tamunya sampai pertemuan itu usai. Ketika Rasulullah hendak beranjak pergi, maka turunlah surat 'Abasa ayat 1, "Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling." Hati Rasulullah segera mencekik, nuraninya berontak. Rasulullah segera memohon ampun kepada Allah atas kesalahan yang telah ia perbuat kepada seorang manusia yang membutuhkan petunjuknyauntuk mengenal Allah. Maka, bergegaslah Rasulullah menemui Ibnu Ummi Maktum dan memberikannya pedoman hidup yang lurus kepadanya: Al-Quran. Dan setelahnya, Rasulullah amat memuliakan sahabatnya yang buta ini dengan menyapanya, "Selamat datang, wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan baik!" Sungguh mulia Ibnu Ummi Maktum dimata beliau.
Dalam kehidupan pasca-Islam, Ibnu Ummi Maktum dikenal sebagai seorang yang amat mencintai Allah serta Rasul-Nya. Dalam suatu riwayat, dikisahkan bahwa ia pernah tinggal di rumah seorang wanita yahudi, bibi seorang Anshar. Wanita itu baik hati dan melayani makan-minumnya. Sayang mulutnyatak pernah henti untuk menghina orang-orang yang dicintai oleh Ibnu Ummi Maktum. Tak sabar, Ibnu Ummi Maktum menegurnya beberapa kali, namun tak diindahkan oleh wanita yahudi itu, terpaksa Ibnu Ummi Maktum memukulnya hingga tewas. Pukulan itu mematikan dan perkara itu dilaporkan kepada baginda Rasul.
"Mengapa kau bertindak demikian?" tanya Rasulullah kepadanya.
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia seorang wanita yang berbudi baik kepadaku, namun mulutnya senantiasa mencela Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukulnya untuk menghentikannya, namun kiranya ajal telah menjemputnya," jawab Ibnu Ummi Maktum.
"Sungguh, Allah menghalalkan darahnya."
Tak sampai di situ saja, kecintaannya kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala ia buktikan dalam berbagai bentuk partisipasinya dalam peperangan. Suatu ketika, saat pasukan muslimin berangkat menuju Al-Qadisiyah, Ibnu Ummi Maktum bertemu dengan komandan perang, "Wahai kekasih Allah, sahabat Rasulullah, pahlawan perang, serahkan bendera itu kepadaku. Aku seorang buta, tak mungkin bisa lari. Nanti, tempatkanlah aku di antara kedua pasukan yang berperang."
Menurut Qatadah, Anas bin Malik berkata, "Dalam perang Al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera perang hitam dan mengenakan baju besi. "Dan berdasarkan riwayat, Ibnu Ummi Maktum tidak meninggal di medan perang, melainkan di Madinah.
Sekian dan Terima kasih !!
Sahabat Rasulullah yang satu ini memang bukan orang yang terkenal, ia bukan seorang petinggi suatu suku, bukan penyair hebat dan bukan pula pria yang gagah perkasa. Ia hanyalah seorang rakyat biasa ditengah-tengah hiruk pikuk kota Mekkah, yang berjuang untuk menghidupi dirinya seorang.
Mengenai namanya, masih jadi perdebatan diantara kaum muslimin. Penduduk kota Madinah berpendapat bahwa namanya ialah Abdullah bin Ummi Maktum, tetapi orang iraq berpendapat berbeda, mereka menamainya 'Amru bin Ummi Maktum. Walau begitu, mereka semua sepakat bahwa ibunya adalah Atikah binti Abdullah bin Ma'ish. Ya, ia adalah putra dari bibi Siti Khadijah binti Khuwalid.
Ibnu Ummi Maktum memang buta sejak lahir. Penduduk kota Mekkah kala itu mengenal pribadinya sebagai orang yang ulet mencari rezeki dan belajar mengenai macam ilmu pengetahuan. Sebagai ganti penglihatannya, ia diberkahi daya ingat yang kuat oleh Allah, sehingga segala sesuatu yang ia dengar dari orang-orang akan ia ingat dalam waktu yang lama.
Suatu ketika, terdengar kabar bahwa semakin banyak penduduk kota Mekkah yang pergi menemui seorang mulia lagi terpecaya untuk belajar mengenai kabar langit secara tersembunyi-sembunyi. Dialah Nabi Muhammad, sang Al-Amin, sang Rasulullah. Ibnu Ummi Maktum merasa tertarik, ia selalu mencintai keilmuan segera mengambil tongkatnya dan pergi menemui Rasul.
Di luar dugaan, apa yang ia dengar langsung dari Rasulullah justru lebih dahsyat ketimbang apa yang ia dengar dari orang-orang sebelumnya. Setelah puas, lalu dirinya dihinggapi rasa takjub lagi kagum, ia pun menggenggam lengan Rasul yang saat itu sedang berusaha keras menyampaikan risalah Islam kepada para petinggi Quraisy, sambil berkata, "Tolong ajarkan kepadaku apa yang telah diajarkan Tuhanmu kepadamu!"
Tersinggung karena disela ditengah-tengah ucapannya, Rasulullah pun tak menghiraukan Ibnu Ummi Maktum dan berpaling dengan mengerutkan wajahnya. Beliau kembali melayani tamu-tamunya sampai pertemuan itu usai. Ketika Rasulullah hendak beranjak pergi, maka turunlah surat 'Abasa ayat 1, "Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling." Hati Rasulullah segera mencekik, nuraninya berontak. Rasulullah segera memohon ampun kepada Allah atas kesalahan yang telah ia perbuat kepada seorang manusia yang membutuhkan petunjuknyauntuk mengenal Allah. Maka, bergegaslah Rasulullah menemui Ibnu Ummi Maktum dan memberikannya pedoman hidup yang lurus kepadanya: Al-Quran. Dan setelahnya, Rasulullah amat memuliakan sahabatnya yang buta ini dengan menyapanya, "Selamat datang, wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan baik!" Sungguh mulia Ibnu Ummi Maktum dimata beliau.
Dalam kehidupan pasca-Islam, Ibnu Ummi Maktum dikenal sebagai seorang yang amat mencintai Allah serta Rasul-Nya. Dalam suatu riwayat, dikisahkan bahwa ia pernah tinggal di rumah seorang wanita yahudi, bibi seorang Anshar. Wanita itu baik hati dan melayani makan-minumnya. Sayang mulutnyatak pernah henti untuk menghina orang-orang yang dicintai oleh Ibnu Ummi Maktum. Tak sabar, Ibnu Ummi Maktum menegurnya beberapa kali, namun tak diindahkan oleh wanita yahudi itu, terpaksa Ibnu Ummi Maktum memukulnya hingga tewas. Pukulan itu mematikan dan perkara itu dilaporkan kepada baginda Rasul.
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia seorang wanita yang berbudi baik kepadaku, namun mulutnya senantiasa mencela Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukulnya untuk menghentikannya, namun kiranya ajal telah menjemputnya," jawab Ibnu Ummi Maktum.
"Sungguh, Allah menghalalkan darahnya."
Tak sampai di situ saja, kecintaannya kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala ia buktikan dalam berbagai bentuk partisipasinya dalam peperangan. Suatu ketika, saat pasukan muslimin berangkat menuju Al-Qadisiyah, Ibnu Ummi Maktum bertemu dengan komandan perang, "Wahai kekasih Allah, sahabat Rasulullah, pahlawan perang, serahkan bendera itu kepadaku. Aku seorang buta, tak mungkin bisa lari. Nanti, tempatkanlah aku di antara kedua pasukan yang berperang."
Menurut Qatadah, Anas bin Malik berkata, "Dalam perang Al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera perang hitam dan mengenakan baju besi. "Dan berdasarkan riwayat, Ibnu Ummi Maktum tidak meninggal di medan perang, melainkan di Madinah.
Sekian dan Terima kasih !!
0 Response to "Kumpulan Kisah Sahabat Rasulullah yang Buta yang Mulia"
Post a Comment